Jumat, 10 Desember 2010

PURWANTO, Master Ukir Asli Ngawi yang Terlupakan

Belum banyak orang mengetahui kalau Jogorogo memiliki seorang ahli ukir kayu dan pertukangan yang kemampuan dan kualitasnya sangat tinggi. Padahal ia membuka studionya di lintasan jalan raya Jogorogo – Kendal, tepatnya di Desa Macanan, Jogorogo.
Keahlian Purwanto terbilang tinggi dan komplit. Tidak hanya terbatas ukir konvensional, tetapi juga berkarya dengan sentuhan seni yang memerlukan imajinasi tinggi. Mulai membuat relief, ukiran bonggol jati, sampai pertukangan rumah klasik lengkap dengan berbagai ornamennya sanggup dikerjakannya sendirian.
Karya-karyanyapun hingga kini telah tersebar seantero nusantara. Sayang sekali kemampuan tinggi sekelas master ini belum pernah mendapat apresiasi dari pemerintah setempat. Padahal ia juga bercita-cita untuk menularkan ilmunya kepada generasi muda tanpa diberikan imbalan sekalipun.
Pria dengan usia lebih dari setengh abad ini tidak hanya bisa dikatakan perajin biasa. Dia berkarya dengan totalitas. Ia memahami kerajinan ukir sebagai pekerjaan seni yang harus dibekali mental berkarya dengan total. Tidak mengherankan apabila hingga kini tidak pernah jenuh dengan pekerjaannya. Padahal setiap harinya terus memahat dan memahat. Jarang sekali orang sekonsisten seperti pria berputra dua ini.
“Alhamdulillah, sampai saat ini tidak pernah ada rasa jenuh menggeluti pekerjaan ukir. Bahkan kalau sepi pesanan tangan saya gatal untuk pegang tatah. Tetapi selama ini pesanan terus saja ada,” jelasnya kepada Orbit.
Apabila diamati, karya-karya Purwanto memiliki keunggulan dibandingkan dengan karya ukir sejenis. Kehalusan garapan dan corak yang beragam memperlihatkan kematangan dia sebagai seorang pemahat.
Menurut penuturannya, bahwa seorang ahli ukir harus memiliki pengetahuan tentang sejarah, corak, ragam, serta yang lebih penting kedalaman dalam memahami sebuah ragam ukir. “Penguasaan teknik penting, tetapi kalau tidak ada pendalaman dan pengetahuan corak ukiran, karya ukir akan terasa datar. Memang jarang sekali seorang ahli ukir di Ngawi yang memiliki kedalaman seni seperti itu. Barangkali hal tersebut yang membedakan antara sebuah karya yang dihasilkan oleh seniman dengan tukang pahat,” jelasnya kemudian.

Banyak Yang Berguru

Kualitas ukiran ahli ukir jebolan Madrasah Kejuruan Hayya Wal Iman Jakarta sempat menarik perhatian beberapa pemuda baik dari desa setempat dan beberapa orang dari luar daerah. Untuk urusan belajar seni ukir ia sangat terbuka sekali. Bahkan ia jamin seluruh teknik dan pernik-pernik pengetahuan tentang seni ukir ini akan diterangkan secara detail kepada perajin lain yang mau berguru kepadanya.
Walaupun terbuka kepada semua orang dalam urusan pengetahuan ukiran, namun masih sedikit minat para pemuda menekuni bidang keahlian ini. Beberapa tahun yang lalu ada sejumlah anak muda dari Lampung magang di tempatnya sampai beberapa tahun. Namun yang perlu disadari dan harus dipenuhi untuk menjadi pengukir yang baik, disamping sabar dan telaten juga harus menimba ilmu yang sebanyak-banyaknya. Dengan pola seperti itu maka lambat laun akan bisa mencapai hasil yang berkualitas, terangnya.
Ada beberapa yang berbakat, tetapi karena kurang belajar serius, akhirnya juga belum matang. Jadi diperlukan konsistensi tinggi dan tekun berlatih agar memiliki kemampuan paripurna. Padahal profesi pemahat seperti dirinya kalau ditekuni dapat hidup layak, buktinya ia sampai menolak pesanan, dengan alasan terbatasnya tenaga.
Kemampuan Purwanto yang lain tidak hanya mengukir semata, tetapi ia juga menguasai segala jenis pertukangan. Mulai mebelair sampai rumah, segala jenis rumah dengan berbagai ragam hias yang ada di tanah air.
Salah satu anjungan ukir Rumah adat Sulawesi Utara di TMII (Taman Mini Indonesia Indah) juga merupakan salah satu karyanya dengan rekan-rekannya. Setahun yang lalu ia di Lampung mengerjakan sebuah rumah dengan ornamen ukiran selama kira-kira satu setengah bulan.
Pokoknya kalau soal pengalaman, pria yang menekuni ukiran sejak tahun 1977 ini cukup panjang. Karena ia sudah malang melintang berkarya di Ibukota Jakarta. Karyanyapun telah mencapai ribuan. Kalau di Ngawi, karya Purwanto juga telah dikoleksi beberapa orang. Bahkan Salah seorang mantan lurah di Jogorogo tiga rumah, perabot dan ornamen hiasan merupakan karyanya.
Soal harga jangan ditanya, bukan promosi, dengan kualitas yang sangat tinggi harganya relatif murah. Misalnya sebuah relief tiga dimensi ukuran 1 m X 2 m dengan ketebalan 12 cm seharga Rp 30 juta. Sedangkan ukiran bonggol jati harga mulai Rp 4,5 juta, dan paling mahal Rp 10 juta hingga Rp 12 juta. Sedang ukiran biasa dihargai permeternya  Rp 100 ribu. AbdR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar