Dusun Wijil, Desa Sidorejo, sebelumnya dianggap sebelah mata oleh dusun lain di Desa Sidorejo. Betapa tidak, selama ini dusun yang terletak di daerah pebukitan (orang setempat menyebut gunung, maka disebut Gunung Wijil) tandus, walau secara geografis hanya berjarak kurang dari dua kilo dari ibukota kecamatan kenyatannya terisolir. Penyebab utamanya adalah sulitnya akses kendaraan roda empat masuk daerah ini.
Namun semenjak era pemerintahan Muhadi, yang saat ini menjadi Kades Sidorejo, keadaan tersebut telah jauh berubah. Hanya memerlukan kurang lebih tiga tahun dimasa kepemimpinannya, kini Dusun Wijil bisa ditembus dari empat arah jalan, yakni dari Dusun Tanon, atau bisa dari Dusun Wonorejo, lingkup Desa Sidorejo, serta bisa juga melalui Desa Karanggupito.
Memang belum sempurna masih berupa jalan makadam, namun setidaknya telah bisa merubah dusun ini dari keterisoliran. Kalau dahulu hanya sekedar koordinasi kedinasan harus melalui jalan melingkar itupun sangat terjal, kini jalan selebar tiga meter sudah bisa dilalui.
Cerita mengenai usaha untuk membuka dari keterisoliran tersebut tidak lain, karena peran seorang Muhadi, Sang Kades. Bisa dibayangkan usaha untuk membuat jalan tersebut, sebelumnya terkendala adanya jurang setinggi 50 meter. Awalnya untuk memulai jalan tembus tersebut sempat dicibir sebagian masyarakat Sidorejo. Beruntung berkat kegigihan warga Gunung Wijil sendiri akhirnya sebuah badan jalan yang belum sempurna terwujud. Kemudian dilanjutkan dari proyek PNPM senilai 114 juta rupiah.
Dari proyek tersebut, jalan selebar 4 meter dengan panjang 1.600 meter akhirnya terbangun. Namun untuk membuka ruas jalan tersebut sangat berat. Seluruh warga wijil dengan dibantu warga Sidorejo yang lain harus mencurahkan waktu dan tenaganya selama empat bulan.
“Alhamdullilah, tanpa kerja dan dukungan warga tentu proyek ini sulit terwujud, kecuali ada uang miliaran rupiah. Dengan medan yang demikian berat ini ternyata bisa ditaklukkan juga,” papar Muhadi merasa lega, karena beban dipundaknya selaku pimpinan tertinggi di desa ini menjadi berkurang.
Prestasi seorang Muhadi (45) pantas dicontoh Kades yang lain. Walau tampak kalem, pria ini memiliki energi besar untuk bisa memompa motivasi warganya untuk selalu bekerja keras. Hebatnya, sebenarnya Muhadi bukanlah warga asli Dusun Wijil. Ia mengaku hanya mbuntut babon, kelakarnya. Beruntung masyarakat memilihnya untuk dijadikan kades yang ternyata kepercayaan masyarakat tersebut tidak sia-sia.
Namun rupanya Muhadi tidak puas dengan capaian itu, pemerintahannya masih punya hutang pada masyarakat yakni untuk memerangi kemiskinan, penciptaan lapangan kerja yang luas, dan pemerataan pembangunan. Cita-cita ini tertuang dalam visi dan misi pemerintahannya.
Jelas, hanya dengan sisa masa bhaktinya yang tinggal beberapa tahun ini, dengan luasnya cakupan visi-misi tersebut, tanpa dukungan program dari pemerintah kabupaten atau tingkat yang lebih tinggi akan sulit terwujud. Perlu dukungan dari dinas terkait untuk menggali potensi di dusun wijil.
Kalau sekarang sebagian pekerjaan masyarakat Sidorejo hanya memanfaatkan galian batu, ia berharap ada terobosan yang lain untuk menghidupkan perekonomian di desanya. Sebab bagaimanapun sumber daya alam berupa bebatuan ini suatu saat akan habis. Jadi perlu alternatif program lain guna mengentaskan kemiskinan di desa ini.
“Saat ini asal ada kemauan, uang lima puluh ribu hingga seratus bisa didapat dengan menjadi kuli angkat batu. Untuk mengatasi masalah tersebut sudah barang tentu masyarakat Sidorejo perlu stimulan program dari pemerintah,” jelas Muhadi berharap. Sus/SE/Him/Adv.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar